Senin, 19 Maret 2018

Etika Bisnis dalam Periklanan




Teori Etika Bisnis

1.1  Pengertian Etika

Istilah  Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata„etika‟ yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha .  Ethos mempunyai banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir . Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah  Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika  mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).
K. Bertens berpendapat bahwa arti kata „etika‟ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut dapat lebih dipertajam dan susunan atau urutannya lebih baik dibalik, karena arti kata ke-3 lebih mendasar daripada arti kata ke-1. Sehingga arti dan susunannya menjadi seperti  berikut :
1. Nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur  tingkah lakunya. Misalnya, jika orang berbicara tentang etika orang Jawa, etika agama Budha, etika Protestan dan sebagainya, maka yang dimaksudkan etika di sini bukan etika sebagai ilmu melainkan etika sebagai sistem nilai. Sistem nilai ini  bisaberfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf sosial.
2. Kumpulan asas atau nilai moral. Yang dimaksud di sini adalah kode etik. Contoh :Kode Etik Jurnalistik
3.  Ilmu tentang yang baik atau buruk.

1.2 Pengertian Iklan

   Menurut Thomas M. Garret, SJ, iklan dipahami sebagai aktivitas-aktivitas yang lewatnya pesan-pesan visual atau oral disampaikan kepada khalayak dengan maksud menginformasikan atau memengaruhi mereka untuk membeli barang dan jasa yang diproduksi, atau untuk melakukan tindakan-tindakan ekonomi secara positif terhadap idea-idea, institusi-institusi tau pribadi-pribadi yang terlibat di dalam iklan tersebut. Untuk membuat konsumen tertarik, iklan harus dibuat menarik bahkan kadang dramatis. Tapi iklan tidak diterima oleh target tertentu (langsung). Iklan dikomunikasikan kepada khalayak luas (melalui media massa komunikasi iklan akan diterima oleh semua orang: semua usia, golongan, suku, dsb). Sehingga iklan harus memiliki etika, baik moral maupun bisnis.

Keuntungan dari adanya iklan yaitu :
 
 Adanya informasi kepada konsumer akan keberadaan suatu produk dan “kemampuan”  produk tersebut. Dengan demikian konsumer mempunyai hak untuk memilih produk yang terbaik sesuai dengan kebutuhannya.
 Adanya kompetisi sehingga dapat menekan harga jual produk kepada konsumen. Tanpa adanya iklan, berarti produk akan dijual dengan cara eksklusif (kompetisisi sangat minimal) dan produsen bisa sangat berkuasa dalam menentukan harga jualnya.
 Memberikan subsidi kepada media-massa sehingga masyarakat bisa menikmati media-massa dengan biaya rendah. Hampir seluruh media-massa “hidup” dari iklan (bukan dari penghasilannya atas distribusi media tersebut). Munculnya media-media gratis memperkuat fakta bahwa mereka bisa mencetak dan mendistribusikan media tersebut karena adanya penghasilan dari iklan.

1.3 Pengertian Konsumen dan Hak Konsumen

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Hak  –  hak konsumen antara lain :
 Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
 Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
 Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
 Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.
 Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
 Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
 Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
 Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila  barang/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
 Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

1.4 Pentingnya Etika dalam Iklan

Iklan dibagi menjadi 2 macam , yaitu iklan yang persuasif dan iklan yang informatif. Iklan yang persuasif biasanya ditemukan pada produk-produk yang bukan kebutuhan umum. Iklan tersebut berusaha untuk menarik hati dan membujuk konsumen untuk membeli  produknya. Sedangkan iklan yang informatif adalah iklan yang menyediakan informasi dan memperkenalkan suatu hal. Namun di dalam dunia periklanan tidak ada yang namanya murni iklan persuasif ataupun iklan yang informatif. Iklan selau mengandung unsur dari keduanya. Ketika mengiklankan sesuatu,iklan tersebut pasti di buat se informatif dan semenarik mungkin.
Seperti halnya dalam periklanan, iklan yang baik harus dapat dimengerti oleh  pembaca iklan. Kita telah mengenal retorika iklan. Retorika merupakan seni berbicara yang  baik yang digunakan untuk proses komunikasi antar manusia. Dalam retorika iklan berbicara  bukan sembarang bicara, tetapi untuk mencapai tujuan tertentu yaitu memberikan informasi. Bicara dalam periklanan tidak hanya melalui mulut, tetapi bisa juga melalui gambar.
Berbahasa Indonesia yang baik dan benar merupakan bagian dari identitas bangsa. Berbicara yang baik seharusnya disosialisasikan di kalangan anak muda, publik figur, selebritis dan politikus di negeri ini. Rusaknya kaidah berbahasa tampaknya didominasi oleh  bahasa iklan di media masa, baik media cetak maupun elektronik. Penggunaan bahasa dan istilah asing dalam periklanan di Indonesia sudah sangat banyak ditemui. Akan tetapi  penggunaan bahasa asing menjadi tren dalam periklanan. Penggunaan bahasa asing yang  berlebihan menurut saya juga tidak baik karena di Indonesia tidak banyak masyarakat yang mengerti bahasa asing.
Industri periklanan merupakan suatu tuntutan kebutuhan komunikasi dan pemasaran dunia. Usaha periklanan akan berperan dalam menentukan pembangunan sesuai cita-cita dan falsafah bangsa. Oleh karena itu periklanan di Indonesia harus senantiasa aktif, positif dan kreatif. Itu sebagai pemicu pembangunan di Indonesia. Periklanan harus beretika dan sesuai nilai luhur bangsa ini. Periklanan di Indonesia seharusnya tidak hanya memperoleh manfaat dari perkembangan ekonomi dunia. Tetapi, iklan harus mengimbangi pengaruh negatif dalam iklan tersebut yang mungkin saja akan timbul. Antara iklan satu sama lain harus saling menghormati agar tercipta periklanan yang sehat, jujur dan bertanggung jawab.
Iklan merupakan bentuk komunikasi antara produsen dan konsumen. Iklan bertujuan untuk menggunakan produk yang ditawarkan produsen. Iklan atau periklanan merupakan  bagian yang tak terpisahkan dari bisnis modern. Dulu, iklan hanya mulut ke mulut saja, namun seiring perkembangan jaman, iklan di Indonesia juga berkembang. Sekarang  penayangan iklan sangat beraneka ragam, baik dari media cetak maupun elektronik seperti koran, televisi, radio, baliho dan lain-lain. Dibalik banyaknya iklan yang ditawarkan ternyata menyimpan suatu persoalan yaitu etika dalam beriklan. Iklan di Indonesia banyak kasus  penipuan terhadap konsumen bahkan pembodohan. Semakin berkembangnya iklan di Indonesia maka semakin banyak permasalahannya.
Dalam periklanan, etika dan persaingan yang sehat sangat diperlukan untuk menarik konsumen. Karena dunia periklanan yang sehat sangat berpengaruh terhadap kondisi ekonomi suatu negara. Sudah saatnya iklan di Indonesia bermoral dan beretika. Berkurangnya etika dalam beriklan membuat keprihatinan banyak orang. Tidak adanya etika dalam beriklan akan sangat merugikan bagi masyarakat, selain itu juga bagi ekonomi suatu negara. Secara tidak sadar iklan yang tidak beretika akan menghancurkan nama mereka sendiri bahkan negaranya sendiri. Saat ini banyak kita jumpai iklan-iklan di media cetak dan media elektronik menyindir dan menjelek-jelekkan produk lain. Memang iklan tersebut menarik, namun sangat tidak pantas karena merendahkan produk saingannya.
Di Indonesia iklan-iklan yang dibuat seharusnya sesuai dengan kebudayaan kita dan  bisa memberikan pendidikan bagi banyak orang. Banyak sekali iklan yang tidak beretika dan tidak sepantasnya untuk di iklankan. Makin tingginya tingkat persaingan menyebabkan  produsen lupa atau bahkan pura-pura lupa bahwa iklan itu harus beretika. Banyak sekali yang melupakan etika dalam beriklan. Iklan sangat penting dalam menentukan posisi sebuah  produk. Sekarang ini banyak ditemukan iklan yang terlalu vulgar dan liar dalam memberikan informasi kepada masyarakat.
 
Iklan yang ditawarkan kepada masyarakat umumnya tidak mendidik. Dalam iklan terdapat sifat yang menunjukan sifat matrealisme, konsumerisme dan hedonisme. Iklan yang disampaikan seharusnya mengutamakan prinsip kebenaran. Sesuatu yang disampaikan seharusnya memang benar-benar terjadi. Banyak produk yang memiliki kelemahan-kelemahan tertentu, namun dalam pengiklanan terhadap masyarakat di manipulasi sehingga terlihat sempurna di mata konsumen. Tindakan manipulasi iklan sangat merugikan konsumen. Berbagai permasalahan tersebut yang bersinggungan dengan etika contohnya sebagai berikut:
·         Iklan yang ditampilkan tidak mendidik Beberapa iklan banyak yang tidak memberikan nilai edukasi kepada masyarakat. Banyak sekali iklan-iklan yang tidak logis. Banyak juga iklan yang menojolkan seksualitas dan kekerasan dalam penayangannya. Sebenarnya iklan tersebut tidak layak untuk ditampilkan.
·         Iklan yang ditampilkan menyerang produk lain Banyak produk iklan yang berusaha menjatuhkan produk lain, biasanya produk ini sejenis. Tentunya tindakan ini sangat tidak etis dan tidak seharusnya dilakukan karena tindakan tersebut merugikan pihak lain.

Lalu dimana fungsi iklan yang seharusnya memberikan informasi kepada masyarakat? Mereka tidak memperhatikan nilai edukasi atau hiburan kepada masyarakat. Iklan tersebut sangat jelas bahwa menyerang produk lainnya. Oleh karena itu dalam membuat iklan harus beretika agar tidak merugikan masyarakat atau  pihak lain, bahkan lebih baik bisa memberikan nilai edukasi dan manfaat bagi pembaca iklan. Banyak sekali ditemui iklan yang seharusnya tidak pantas diiklankan dan tidak jarang ditemui iklan yang membodohi masyarakat.
Untuk menyikapi hal ini, kita sebagai masyarakat seharusnya lebih berhati-hati dalam membaca iklan, jangan mudah terpengaruh terhadap iklan yang membodohi kita. Produsen  juga memperhatikan nilai edukasi dan nilai manfaat bagi masyarakat, bukan sebagai keuntungan saja. Selain itu pemerintah juga turut memperhatikan perkembangan periklanan di Indonesia agar tidak terlalu membawa dampak negatif bagi konsumen atau masyarakat. Iklan dari luar negeri yang masuk ke Indonesia seharusnya bisa disaring mana yang memberikan dampak baik dan mana yang memberikan dampak buruk. Untuk kedepannya semoga lebih banyak iklan-iklan di Indonesia yang dapat memberi manfaat. Iklan juga harus dapat melindungi dan menghargai khalayak, tidak merendahkan agama, budaya, negara dan golongan, serta tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.

1.5 Makna Etika dan Estetika Dalam Iklan

Fungsi iklan pada akhirnya membentuk citra sebuah produk dan perusahaan di mata masyarakat. Citra ini terbentuk oleh kesesuaian antara kenyataan sebuah produk yang diiklankan dengan informasi yang disampaikan dalam iklan. Prinsip etika bisnis yang paling relevan dalam hal ini adalah nilai kejujuran. Dengan demikian, iklan yang membuat  pernyataan salah atau tidak benar dengan maksud memperdaya konsumen adalah sebuah tipuan.
Ciri-ciri iklan yang baik :
·         Etis: berkaitan dengan kepantasan.
·         Estetis: berkaitan dengan kelayakan (target market, target audiennya, kapan harus ditayangkan?).
·         Artistik: bernilai seni sehingga mengundang daya tarik khalayak.

Contoh Penerapan Etika dalam Periklanan :
·         Iklan rokok: Tidak menampakkan secara eksplisit orang merokok.
·         Iklan pembalut wanita: Tidak memperlihatkan secara realistis dengan memperlihatkan daerah kepribadian wanita tersebut.
·         Iklan sabun mandi: Tidak dengan memperlihatkan orang mandi secara utuh.

Etika secara umum :
·         Jujur : tidak memuat konten yang tidak sesuai dengan kondisi produk
·         Tidak memicu konflik SARA
·         Tidak mengandung pornografi
·         Tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.
·         Tidak melanggar etika bisnis, contoh: saling menjatuhkan produk tertentu dan sebagainya.
·         Tidak plagiat.

1.6 Penilaian Etis Terhadap Iklan

Ada empat (4) faktor yang selalu harus dipertimbangkan dalam menerapkan prinsip- prinsip etis jika kita ingin membentuk penilaian etis yang seimbang tentang iklan.
1. Maksud si pengiklan
Jika maksud si pengiklan tidak baik, dengan sendirinya moralitas iklan itu menjadi tidak baik juga. Jika maksud si pengiklan adalah membuat iklan yang menyesatkan, tentu iklannya menjadi tidak etis.
Sebagai contoh: iklan tentang roti Profile di Amerika Serikat, yang menyatakan  bahwa roti ini bermanfaat untuk melangsingkan tubuh, karena kalorinya kurang dibandingkan dengan roti merk lain. Tapi ternyata, roti Profile ini hanya diiris lebih tipis. Jika diukur per ons, roti ini sama banyak kalorinya dengan roti merk lain.
 2. Isi iklan
Menurut isinya, iklan harus benar dan tidak boleh mengandung unsur yang menyesatkan. Iklan menjadi tidak etis pula, bila mendiamkan sesuatu yang sebenarnya penting. Namun demikian, kita tidak boleh melupakan bahwa iklan diadakan dalam rangka promosi. Karena itu informasinya tidak perlu selengkap dan seobyektif seperti seperti laporan dari instansi netral.
Contohnya : iklan tentang jasa seseorang sebagai pembunuh bayaran. Iklan semacam itu tanpa ragu-ragu akan ditolak secara umum.
3. Keadaan publik yang tertuju
Yang dimengerti disini dengan publik adalah orang dewasa yang normal dan mempunyai informasi cukup tentang produk atau jasa yang diiklankan.
Perlu diakui bahwa mutu publik sebagai keseluruhan bisa sangat berbeda. Dalam masyarakat dimana taraf pendidikan rendah dan terdapat banyak orang sederhana yang mudah tertipu, tentu harus dipakai standar lebih ketat daripada dalam masyarakat dimana mutu pendidikan rata-rata lebih tinggi atau standar ekonomi lebih maju.
Contohnya : Iklan tentang pasta gigi, dimana si pengiklan mempertentangkan odol yang biasa sebagai barang yang tidak modern dengan odol barunya yang dianggap  barang modern. Iklan ini dinilai tidak etis, karena bisa menimbulkan frustasi pada golongan miskin dan memperluas polarisasi antara kelompok elite dan masyarakat yang kurang mampu.
1.      Kebiasaan di bidang periklanan Periklanan selalu dipraktekkan dalam rangka suatu tradisi. Dalam tradisi itu orang sudah  biasa dengan cara tertentu disajikannya iklan. Dimana ada tradisi periklanan yang sudah lama dan terbentuk kuat, tentu masuk akal saja bila beberapa iklan lebih mudah di terima daripada dimana praktek periklanan baru mulai dijalankan pada skala besar. Seperti bisa terjadi juga, bahwa di Indonesia sekarang suatu iklan dinilai biasa saja sedang tiga puluh tahun lalu pasti masih mengakibatkan banyak orang mengernyitkan alisnya.

1.7 Fungsi Periklanan

Dalam buku-buku tentang manajemen periklanan, iklan dipandang sebagai upaya komunikasi. Iklan dilukiskan sebagai komunikasi antara produsen dan pasaran, antara penjual dan calon pembeli.
Periklanan dibedakan dalam dua fungsi : fungsi informatif dan fungsi persuasif. Tetapi pada kenyataannya tidak ada iklan yang semata-mata informatif dan tidak ada iklan yang semata-mata persuasif.Iklan tentang produk baru biasanya mempunyai unsur informasi yang kuat. Misalnya iklan tentang tempat pariwisata dan iklan tentang harga makanan di toko swalayan. Sedangkan iklan tentang produk yang ada banyak mereknya akan memiliki unsure  persuasif yang lebih menonjol, seperti iklan tentang pakaian bermerek dan rumah.
Tercampurnya unsur informative dan unsur persuasive dalam periklanan, membuat  penilaian etis terhadapnya menjadi l lebih kompleks.:
2.      Periklanan dan kebenaran
Pada umumnya periklanan tidak mempunyai reputasi baik sebagai pelindung atau  pejuang kebenaran. Sebaliknya, kerap kali iklan terkesan suka membohongi, menyesatkan, dan bahkan menipu publik. Iklan mempunyai unsure promosi. Iklan merayu konsumen, iklan ingin mengiming-iming calon pembeli. Karena itu bahasa periklanan mempergunakan retorika tersendiri.Ia menandaskan bahwa produknya adalah yang terbaik atau nomor satu di bidangnya. Bahasa  periklanan pada umumnya sarat dengan superlative dan hiperbol. Di sini si pengiklan tidak  bermaksud agar public percaya begitu saja. Dan public konsumen tahu bahwa retorika itu tidak perlu dimengerti secara harfiah. Iklan bukan saja menyesatkan dengan berbohong, tapi juga dengan tidak mengatakan seluruh kebenaran, misalnya karena mendiamkan sesuatu yang sebenarnya penting untuk diketahui.
Contohnya, iklan tentang mobil bekas yang berbunyi “semua mobil yang kami jual sebelumnya diperiksa oleh montir ahli” tetap berbohong, bila hal itu memang benar, tapi montir tidak berbuat apa-apa bila menemukan ketidakberesan serius pada suatu mobil.
 
Pada intinya, masalah kebenaran dalam periklanan tidak bias dipecahkan dengan cara hitam  putih. Banyak tergantung pada situasi konkret dan kesediaan public untuk menerimanya atau tidak.
3.      Manipulasi dengan periklanan
Masalah manipulasi terutama berkaitan dengan segi persuasive dari iklan (tapi tidak terlepas juga dari seg informatifnya). Karena dimanipulasi, seseorang mengikuti motivasi yang tidak berasal dari dirinya sendiri, tapi ditanamkan dalam dirinya dari luar. Dikhawatirkan bahwa periklanan-seperti propaganda lain-bisa memanipulasi public. Tetapi sekarang pada umumnya orang tidak begitu takut lagi akan bahaya dimanipulasikan melalui  propaganda dan periklanan. Namun demikian, tetap benar juga bahwa periklanan berusaha mempengaruhi tingkah laku konsumen.
Contohnya : iklan kosmetika selalu berusaha menciptakan suatu suasana romantic yang khas, sehingga menggiurkan untuk public konsumen. Manipulasi melalui iklan atau cara apapun merupakan tindakan yang tidak etis. Tetapi, iklan tidak mudah memanipulasi, karena tidak mudah membuat “korban” permainan.
 Ada 2 cara untuk memanipulasi orang dengan periklanan :

1. Subliminal advertising
Maksudnya adalah teknik periklanan yang sekilas menyampaikan suatu pesan dengan  begitu cepat, sehingga tidak dipersepsikan dengan sadar, tapi tinggal di bawah ambang kesadaran. Teknik ini bisa dipakai di bidang visual maupun audio.
Teknik subliminal bisa sangat efektif, contohnya, dalam sebuah bioskop di New
Jersey yang menyisipkan sebuah pesan subliminal dalam film yang isinya “Lapar. Makan popcorn”. Dan konon waktu istirahat popcorn jauh lebih laris dari biasa.
2. Iklan yang ditujukan kepada anak
Iklan seperti ini pun harus dianggap kurang etis, Karena anak mudah dimanipulasi dan dipermainkan. Iklan yang ditujukan langsung kepada anak tidak bisa dinilai lain dari  pada manipulasi saja dan karena itu harus ditolak sebagai tidak etis.

Pengontrolan terhadap iklan Dalam bisnis periklanan, perlulah adanya kontrol tepat yang dapat mengimbangi kerawanan tersebut. Pengontrolan ini terutama harus dijalankan dengan tiga cara berikut ini :
-          Kontrol oleh pemerinah
Tugas penting bagi pemerintah, harus melindungi masyarakat konsumen terhadap keganasan periklanan.
Di Amerika Serikat instansi-instansi pemerintah mengawasi praktek periklanan dengan cukup efisien, antara lain melalui Food and Drug Administration dan Federal Trade Commission. Di Indonesia iklan diawasi oleh Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan (POM) dari Departemen Kesehatan.
-          Kontrol oleh para pengiklan
Cara paling ampuh untuk menanggulangi masalah etis tentang periklanan adalah  pengaturan diri (self regulation) oleh dunia periklanan. Biasanya dilakukan dengan menyusun sebuah kode etik, sejumlah norma dan pedoman yang disetujui oleh para  periklan, khususnya oleh asosiasi biro-biro periklanan.
Jika suatu kode etik disetujui, tentunya pelaksanaannya harus diawasi juga. Di Indonesia pengawasan kode etik ini dipercayakan kepada Komisi Periklanan Indonesia.
-          Kontrol oleh masyarakat
Masyarakat luas tentu harus diikutsertakan dalam mengawasi mutu etis periklanan. Dengan mendukung dan menggalakkan lembaga-lembaga konsumen, kita bisa menetralisasi efek-efek negatif dari periklanan.
Laporan-laporan oleh lembaga konsumen tentang suatu produk atau jasa sangat efektif sebagai kontrol atas kualitasnya dan serentak juga atas kebenaran periklanan. Selain itu, ada juga cara yang lebih positif untuk meningkatkan mutu etis dari iklan dengan memberikan penghargaan kepada iklan yang di nilai paling baik. Di Indonesia ada Citra Adhi Pariwarayang setiap tahun dikeluarkan oleh Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia.

1.8 Faktor-faktor dalam Periklanan
Kriteria yang dipakai untuk menentukan faktor kunci adalah apakah informasi tersebut akan mempengaruhi pilihan iklan yang digunakan.
·         Pemilihan waktu
Ini selalu penting dan dapat dibagi menjadi beberapa segi :
1) Kapan konsep pemasaran harus siap
2) Kapan iklan tersebut akan berjalan
3) Berapa lama iklan tersebut akan berjalan
Pemilihan waktu pada setiap tahap akan sangat mempengaruhi apa yang dapat dan tidak dapat tercapai.
·         Pasar sasaran
Pasar sasaran menentukan ciri kelompok yang dituju : umur, lokasi, kelas sosial, jenis kelamin, dan frekuensi pembelian. Untuk pasar perusahaan ini akan membedakan menurut besarnya perusahaan dan jenis usahanya.
·         Perubahan-perubahan dalam pasar
Adalah menentukan hal-hal penting dari apa yang sedang terjadi dalam pasar, apakah  pasar membaik atau memburuk, apa yang sedang dilakukan para pesaing, apakah dampak musiman dan lain-lain. Umumnya informasi ini tersedia banyak sekali dan karenanya kita harus selektif.
·          Nilai produk atau jasa
Bagaimana atau apa yang dimiliki oleh produk atau jasa yang ditawarkan apakah rasanya sangat menyenangkan atau kasar.
·         Pengalaman masa lalu
Hindari pemborosan waktu dengan tidak menggunakan yang dulu ternyata gagal, gagasan yang dibuang atau bonus yang dapat diterima secara etis.
1.9 Kebebasan Konsumen
Iklan merupakan suatu aspek pemasaran yang penting, sebab iklan menentukan hubungan antara produsen dengan konsumen. Secara konkrit, iklan menentukan pula hubungan penawaran dan permintaan antara produsen dan pembeli, yang pada gilirannya ikut  pula menentukan harga barang yang dijual dalam pasar.
Kode etik periklanan tentu saja sangat diharapkan untuk membatasi pengaruh iklan ini. Akan tetapi, perumusan kode etik ini harus melibatkan berbagai pihak, yang antara lain: ahli etika, konsumen (lembaga konsumen), ahli hukum, pengusaha, pemerintah, tokoh agama, dan tokoh masyarakat tertentu, tanpa harus merampas kemandirian profesi periklanan. Yang  juga penting adalah bahwa profesi periklanan dan organisasi profesi periklanan perlu benar- benar mempunyai komitmen moral untuk mewujudkan iklan yang baik bagi masyarakat.  Namun, jika ini tidak memadai, kita membutuhkan perangkat legal politis dalam bentuk aturan perundang-undangan tentang periklanan beserta sikap tegas tanpa kompromi dari  pemerintah melalui departemen terkait untuk menegakkan dan menjamin iklan yang baik  bagi masyarakat.
1.10 Etika Periklanan Di Indonesia Diatur dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI)

EPI menyusun pedoman tata krama periklanannya melalui dua tatanan :
1. Tata Krama (Code of Conducts) Metode penyebarluasan pesan periklanan kepada masyarakat, yang bukan tentang unsur efektivitas, estetika, dan seleranya. Adapun ketentuan yang dibahas meliputi:
·         Tata krama isi iklan
·         Tata krama raga iklan
·         Tata krama pemeran iklan
·         Tata krama wahana iklan
2. Tata Cara (Code of Practices) Hanya mengatur praktek usaha para pelaku periklanan dalam memanfaatkan ruang dan waktu iklan yang adil bagi semua pihak yang saling berhubungan

1.11 TATA CARA BERIKLAN DI ATUR DALAM HUKUM
1.      UUPK
UUPK mengatur mengenai periklanan di Indonesia. Tujuan dari suatu perlindungan konsumen adalah sebagai berikut :
·         Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
·         Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negative pemakaian barang dan/atau Jasa.
·         Meningkatkan pemberdayaan konsumen daalm memilih menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
·         menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
·         Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
·         Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha  produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.

2.      Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang PERS Pers berdasarkan Pasal 1 butir 1
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang PERS (untuk selanjutnya disebut UU Pers) merupakan lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia. Dalam hal ini peran pers untuk memenuhi pengetahuan kebutuhan konsumen salah satunya adalah melalui iklan. Namun iklan tersebut harus diberikan kepada konsumen secara tepat, akurat dan benar. Perusahaan iklan oleh UU Pers dilarang untuk :
·         Memuat iklan yang dapat merendahkan martabat suatu agama dan/atau kerukunan hidup antar umat beragama serta bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat.
·         Memuat iklan minuman keras, narkotika, psikotropika dan zat aditif lainnya tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
·         Memuat iklan dengan peragaan rokok dan/atau penggunaan rokok.
3.      Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Penyiaran
Periklanan dapat dilakukan salah satunya melalui penyiaran, yang terorganisir dalam suatu lembaga penyiaran. Penyiaran menurut Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran (untuk selanjutnya disebut UU Penyiaran) adalah kegiatan  pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan gelombang elektromagnetik, kabel, serat optik dan/atau media lainnya untuk daat diterima oleh masyarakat dengan pesawat penerima siaran radio dan/atau pesawat penerima siaran televisi atau perangkat elektronik lainnya dengan atau tanpa alat bantu.
Sedangkan pengertian siaran menurut Pasal 1 butir 2 UU Penyiaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis dan karakter lainnya yang dapat diterima melalui pesawat penerima siaran radio, televisi atau perangkat elektronik lainnya, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, dengan atau tanpa alat bantu.

4.      Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan
Pengertian pangan berdasarkan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (untuk selanjutnya disebut UU Pangan) adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan dan minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan/atau pembuatan makanan atau minuman.
Sedangkan pengertian label pangan berdasarkan Pasal 1 butir 15 UU Pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya atau  bentuk lain yang disertakan dalam pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada atau merupakan bagian kemasan pangan. Dan pengertian iklan pangan berdasarkan Pasal 1 butir 16 UU Pangan adalah setiap keterangan atau pernyataan mengenai pangan dalam bentuk gambar, tulisan atau bentuk lain yang dilakukan dengan berbagai cara untuk pemasaran atau  perdagangan pangan.
Tujuan pengaturan, pembinaan dan pengawasan pangan adalah untuk :
·   Tersedianya pangan yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi bagi kepentingan kesehatan manusia.
·         Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab.
·      Terwujudnya tingkat kecukupan pangan dengan harga yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat;
Mengenai label dan iklan tentang pangan akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah  Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan (untuk selanjutnya disebut PP Label dan Iklan Pangan).

5.      Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan
Pengertian rokok berdasarkan Pasal 1 butir 1 Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 1999 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan (untuk selanjutnya disebut PP Pengamanan Rokok) adalah hasil olahan tembakau, terbungkus, termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiona Tabacuni, Nicotiona Rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan. Dan  pengertian pengamanan rokok berdasarkan Pasal 1 butir 4 PP Pengamanan Rokok adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka mencegah dan/atau menangani dampak penggunaan rokok baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kesahatan Sedangkan pengertian iklan rokok berdasarkan Pasal 1 butir 6 PP Pengamanan Rokok adalah kegiatan untuk memperkenalkan, memasyarakatkan dan/atau memproduksikan rokok dengan atau tanpa imbalan kepada masyarakat dengan tujuan mempengaruhi konsumen agar menggunakan rokok yang ditawarkan. Dan pengertian label rokok berdasarkan Pasal 1 butir 7 PP Pengamanan Rokok adalah keterangan mengenai rokok yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya atau bentuk lain yang disertakan pada rokok, dimasukkan ke dalam, ditempatkan pada atau merupakan bagian kemasan rokok.
Tujuan penyelenggaraan pengamanan rokok bagi kesehatan adalah untuk mencegah penyakit akibat penggunaan rokok bagi individu dan masyarakat, yaitu dengan pengaturan hal-hal sebagai berikut :
·         Kadar kandungan nikotin dan tar.
·         Persyaratan produksi dan penjualan rokok.
·         Persyaratan iklan dan promosi rokok
·         Penetapan kawasan tanpa rokok.

Ada 3 asas umum yang EPI jadikan dasar, yaitu:
·         Jujur, benar, dan bertanggung jawab.
·         Bersaing secara sehat.
·         Melindungi dan menghargai khalayak, tidak merendahkan agama, budaya, negara, dan golongan, serta tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.

Menurut UU periklanan (20/PER/M.KOMINFO/5/2008) dan PPPI (Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia) Etika Periklanan Indonesia (EPI) adalah sebagai berikut:
·         Hak Cipta Penggunaan, penyebaran, penggandaan, penyiaran atau pemanfaatan lain materi atau  bagian dari materi periklanan yang bukan milik sendiri, harus atas ijin tertulis dari  pemilik atau pemegang merek yang sah.
·         Bahasa
·         Bahasa dapat dipahami oleh khalayak sasaran, dan tidak menggunakan persandian (enkripsi) yang dapat menimbulkan penafsiran selain dari yang dimaksudkan oleh  perancang pesan iklan
·         Tidak menggunakan kata-kata superlatif seperti “paling”, “nomor satu”, ”top”, atau kata-kata berawalan “ter“, dan atau yang bermakna sama
·         Penggunaan kata ”100%”, ”murni”, ”asli” untuk menyatakan sesuatu kandungan, kadar, bobot, tingkat mutu, dan sebagainya, dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari otoritas terkait dan sumber yang otentik.
·         Penggunaan kata ”halal” dalam iklan hanya dapat dilakukan oleh produk -produk yang sudah memperoleh sertifikat resmi dari Majelis Ulama Indonesia, atau lembaga yang  berwenang
·         Kata-kata ”presiden”, ”raja”, ”ratu” dan sejenisnya tidak boleh digunakan dalam Kaitan atau konotasi yang negatif.
·         Tidak menggunakan kata-kata “satu -satunya” atau yang bermakna sama
·         Kata “gratis” atau kata lain yang bermakna sama tidak boleh dicantumkan dalam iklan, bila ternyata konsumen harus membayar biaya lain
·         Tanda Asteris (*) digunakan untuk memberi penjelasan lebih rinci atau sumber dari sesuatu pernyataan yang bertanda tersebut
·         Pencantuman Harga. Harga suatu produk dicantumkan dengan jelas dalam iklan
·         Jika suatu iklan mencantumkan garansi atau jaminan atas mutu suatu produk, maka dasar-dasar jaminannya harus dapat dipertanggungjawabkan.
·         Janji Pengembalian Uang (warranty)
-          Syarat-syarat pengembalian uang tersebut harus dinyatakan secara jelas dan lengkap –
-          Pengiklan wajib mengembalikan uang konsumen sesuai janji yang telah diiklankannya.
·         Tidak boleh menimbulkan atau mempermainkan rasa takut, maupun memanfaatkan kepercayaan orang terhadap takhayul
·         Tidak boleh  –  langsung maupun tidak langsung –  menampilkan adegan kekerasan
·         Tidak boleh menampilkan adegan yang mengabaikan segi-segi keselamatan
·         Adanya Perlindungan Hak-hak Pribadi
·         Iklan yang menampilkan adegan hasil atau efek dari penggunaan produk dalam  jangka waktu tertentu, harus jelas mengungkapkan rentang waktu tersebut.
·         Tidak boleh menampilkan penyia-nyiaan, pemborosan, atau perlakuan yang tidak  pantas lain terhadap makanan atau minuman.
·         Penampilan uang
-          Penampilan dan perlakuan terhadap uang dalam iklan haruslah sesuai dengan norma-norma kepatutan.
-          Iklan pada media cetak tidak boleh menampilkan uang dalam format frontal dan skala 1:1, berwarna ataupun hitam-putih
-          Penampilan uang pada media visual harus disertai dengan tanda“specimen” yang dapat terlihat jelas.
·         Kesaksian Konsumen (testimony)
-          Pemberian kesaksian hanya dapat dilakukan atas nama perorangan
-          Kesaksian konsumen harus merupakan kejadian yang benar- benar dialami, tanpa maksud untuk melebih-lebihkannya.
-          Hanya untuk produk-produk yang dapat memberi bukti kepada konsumennya dengan penggunaan yang teratur dan atau dalam jangka waktu tertentu
·         Anjuran (endorsement)
-          Pernyataan, klaim atau janji yang diberikan harus terkait dengan kompetensi yang dimiliki oleh penganjur.
-          Pemberian anjuran hanya dapat dilakukan oleh individu
·         Perbandingan
-          Perbandingan langsung dapat dilakukan, namun hanya terhadap aspek-aspek teknis produk, dan dengan kriteria yang tepat sama.
-          Jika perbandingan langsung menampilkan data riset, maka metodologi, sumber dan waktu penelitiannya harus diungkapkan secara jelas
-          Pengggunaan data riset tersebut harus sudah memperoleh persetujuan atau verifikasi dari organisasi penyelenggara riset tersebut
-          Perbandingan tak langsung harus didasarkan pada kriteria yang tidak menyesatkan khalayak
·         Perbandingan Harga Hanya dapat dilakukan terhadap efisiensi dan kemanfaatan  penggunaan produk, dan harus disertai dengan penjelasan atau penalaran yang memadai.
·         Tidak boleh merendahkan produk pesaing secara langsung maupun tidak langsung
·         Tidak boleh dengan sengaja meniru iklan produk pesaing. Baik meniru ikon atau atribut khas yang telah lebih dulu digunakan oleh sesuatu iklan produk pesaing dan masih digunakan hingga kurun dua tahun terakhir.
·         Tidak boleh menyalahgunakan istilah-istilah ilmiah dan statistic untuk menyesatkan khalayak, atau menciptakan kesan yang berlebihan
·         Tidak boleh menyatakan “selama persediaan masih ada” atau kata-kata lain yang  bermakna sama
·         Iklan tidak boleh mengeksploitasi erotisme atau seksualitas
·         Film iklan yang ditujukan kepada, atau tampil pada segmen waktu siaran khalayak anak-anak dan menampilkan adegan kekerasan, aktivitas seksual, bahasa yang tidak  pantas, dan atau dialog yang sulit wajib mencantumkan kata-kata “Bimbingan Orangtua” atau simbol yang bermakna sama.

Beberapa kasus etika periklanan
1.      Iklan Obat Herbal Bintang Toedjoe Masuk Angin
Terlihat jelas bahwa iklan Bintang Toedjoe masuk angin menyindir produk dari Tolak Angin dengan slogannya “Orang Bejo Lebih Untung Dari Orang Pintar”, sedangkan Tolak Angin sendiri memiliki slogan “Orang Pintar Minum Tolak Angin” slogan ini lah yang disindir oleh produk Bintang Toedjoe, yang dimana pada kenyataannya Tolak Angin yang lebih dahulu memasarkan produk obat herbal masuk angin di Indonesia bahkan sampai keluar negeri. Bahkan untuk iklan terbaru produk Bintang Toedjoe yang bertujuan memperkenalkan kemasan terbarunya pun masih menyinggung produk Tolak angin dengan sloga “Orang bejo berinovasi, lalu orang pintar ngapain?”
 Dalam iklan ini juga terdapat Cita Citata mengenakan pakaian yang cukup seksi (tangtop ketat berwarna kuning dan kemeja berukuran pendek yang seluruh kancingnya dibuka dan diikatkan hanya bagian bawahnya saja) sambil menyanyikan lagu Perawan atau Janda yang dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan iklan, Cita Citata bergoyang dengan gerakan yang “menggoda” sambil memegang busa pencuci mobil. Selain itu, kamera juga fokus ke bagian atas tubuh Cita Citata dimana bagian dadanya tersorot dengan jelas dengan pakaian seksinya itu.
    Jika dikaitkan dengan kode etik periklanan, iklan ini menyimpang dalam aspek tatakrama dalam isi iklan, salah satunya Pornografi dan Pornoaksi. Seperti yang terdapat dalam Tata Krama Isi Iklan yang berbunyi “Iklan tidak boleh mengeksploitasi erotisme atau seksualitas dengan cara apapun, dan untuk tujuan atau alasan apapun.” KPI mengingatkan berdasarkan Pasal 43 Pedoman Perilaku Penyiaran dan Pasal 58 Standar Program Siaran KPI Tahun 2012 maka ketentuan siaran iklan harus tunduk pada Etika Pariwara Indonesia (EPI). Iklan harus menghormati dan melestarikan nilai-nilai budaya Indonesia. Budaya Indonesia yang menjujung norma kesopanan. Hal demikian dapat memberikan pengaruh buruk terhadap khalayak terutama anak dan remaja.
2.      Iklan Grabbike
   Iklan video Grab Indonesia yang ditayangkan di YouTube sedang menjadi kontroversi karena mendapat sambutan negatif dari penonton dan dinilai berpotensi melanggar kode etik periklanan.Terlihat jelas bahwa iklan GRAB melanggar kode etik dalam iklan. Ketua tim perumus etika pariwara Indonesia, iklan terbaru Grab Indonesia ini berpotensi melanggar kode etik pariwara periklanan yang ada. “Iklan tidak boleh menimbulkan atau mempermainkan rasa takut, ataupun memanfaatkan kepercayaan orang terhadap takhayul.”
3.      Iklan Mie sedaap
            Melecehkan profesi guru
     Untuk iklan "Mie Sed*p sendiri saya rasa juga tidak layak untuk ditayangkan karena melecehkan dunia pendidikan khususnya tenaga pendidik yakni Guru. Guru yang semestinya memiliki wibawa dan berjasa memberikan ilmu di iklan tersebut malah ditampilkan dengan di atas kepalanya bertengger seekor ayam. Selain itu, iklan tersebut menampilkan contoh sekolah yang terkesan kotor dan tidak terjaga hingga hewan unggas seperti ayam bisa leluasa berada di dalam kelas, padahal semestinya sekolah dan kelas haruslah bersih dan nyaman untuk kelancaran proses belajar mengajar.
      4.      Iklan pompa air shimizu
           Iklan pompa air sarat dengan unsur SARA yang melanggar norma kesopanan, karena dalam iklan tersebut terdapat adegan seorang wanita yang mencari obat kuat, namun dia ditawari pompa air. Kemudian dengan wajah yang menggoda si wanita tadi disirami air oleh pasangannya. Dikhawatirkan iklan tersebut akan berdampak kepada para penonton khususnya anak-anak dan remaja yang akan berpikiran kotor setelah melihat tayangan ini.
       5.      Iklan Klinik TongFang
            Iklan Klinik To*g F*ng, menawarkan pengobatan alternatif yang berasal dari Cina, namun materi iklan yang menayangkan testimoni pasien telah melanggar peraturan menteri kesehatan.
       6.      Iklan Dettol
       PENGGUNAAN KATA SATU - SATUNYA        
      Karena iklan ini menyebutkan sebagai antiseptik No. 1,Rekomendasi para dokter.Padahal diluar sana masih ada produk yang jauh lebih baik dan juga Merupakan produk No. 1 di Indonesia yang Sesungguhnya.
7.      Iklan Apartement Paratyangan
            PENCANTUMAN HARGA    
     Iklan ini menggunakan bahasa yang tidak baku yaitu menggunakan akhiran-an pada harga yang dicantumkan seharusnya iklan ini menggunakan bahasa yang lebih baku agar konsumen yang melihat iklan ini lebih paham dengan harga yang dicantumkan oleh iklan tersebut.
8.      Iklan Detergen Surf
      TANDA ASTERIS (*)
      Seharusnya iklan ini tidak menggunakan tanda asteris seperti berikut*harga     direkomendasikan untuk di pulau jawa,ini dapat membuat konsumen bingung dengan harga   yang dicantumkan dan maksud dari kata-kata tersebut.
9.      Iklan Susu Hilo
     KESELAMATAN
     Karena dalam iklan tersebut si pemeran tokoh dalam iklan ini Memamerkan bentuk tubuhnya yang langsing dan geraknya yang lincah tetapi sangat Membahayakan dirinya dan orang lain.
10.  Iklan Garnier
      WAKTU TENGGANG
     Dalam iklan tersebut tidak disebutkan sampai kapan Obat itu akan bekerja secara maksimal dan Membuahkan hasil yang bagus, Sehingga membuat Konsumen menjadi kurang yakin untuk membelinya.
11.  Iklan Good Time
      PENAMPILAN PANGAN
     Karena dalam iklan tersebut terdapat perlakuan Tidak pantas terhadap makanan yaitu seorang anak Kecil yang sedang bermain ayunan yang terbuat dari Coklat. dan coklat-coklat yang bertaburan dimana- Mana.
12.  Iklan Yamaha dan Honda
     MERENDAHKAN
    Karna dalam iklan Y*m*h* terdapat perbandingan dua Motor matic melalui salah satu tokoh Telah mengatakan bahwa bagasi motor matic Y*m*h* Jauh lebih besar di banding motor matic yang satunya.
13.  Iklan Aqua dan Ades
      PENIRUAN
    Dalam iklan ini yang pertama kali membuat iklan ajakan Untuk meremukan botol setelah diminum adalah Ad*s,Tidak lama kemudian munculah iklan Aq*a yang juga Mengajak untuk meremukan botol setelah diminum.
14.  Iklan Sabun Sirih
      KHALAYAK ANAK-ANAK  
     Iklan ini seharusnya tidak di tampilkan pada saat anak – anak menonton tv karena iklan ini belum pantas dilihat anak –anak, seharusnya iklan ini di tampilkan khusus orang dewasa.
15.  Iklan Pepsi
      Iklan diatas sangat tidak mendidik karena iklan ini seolah-oleh memperbolehkan anak kecil meminum minuman bersoda. Padahal anak kecil tidak diperbolehkan meminum minuman  bersoda.



Kesimpulan

Dalam periklanan kita tidak dapat lepas dari etika. Dimana di dalam iklan itu sendiri mencakup pokok-pokok bahasan yang menyangkut reaksi kritis masyarakat Indonesia tentang iklan yang dapat dipandang sebagai kasus etika periklanan. Sebuah perusahaan harus memperhatikan etika dan estetika dalam sebuah iklan dan terus memperhatikan hak-hak konsumen.

Saran

Dalam penulisan ini penulis memberikan saran yaitu dalam bisnis periklanan perlulah adanya kontrol tepat yang dapat mengimbangi kerawanan tersebut sehingga tidak merugikan konsumen. Sebuah perusahaan harus memperhatikan kepentingan dan hak–hak konsumen, dan tidak hanya memikirkan keuntungan semata.


Berdasarkan uraian mengenai periklanan dan etika bisnis dapat penulis kemukakan beberapa saran antara lain sebagai berikut:

1.      Sebaiknya pemerintah menerapkan peraturan atau perundangan yang secara tegas mengatur segala yang berkaitan dengan etika dan periklanan

2.      Produsen seharusnya tidak hanya memikirkan untuk mendapat keuntungan yang maksimal tanpa melihat dari kepentingan produsen untuk mendapatkan sesuatu yang lebih dari sekedar produk yang diiklankan.

3.      Pemerintah serta masyarakat berperan aktif dalam menyaring serta sebagai kontrol sosial bagi pengiklanan produk-produk yang menyimpang bahkan bila telah keluar dari jalur etika yang semestinya.