Teori
Etika Bisnis
1.1 Pengertian
Etika
Istilah
Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal
kata„etika‟ yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha .
Ethos mempunyai banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa,
padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara
berpikir . Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
Arti
dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah
Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat
moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti
yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan
(K.Bertens, 2000).
K.
Bertens berpendapat bahwa arti kata „etika‟ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
tersebut dapat lebih dipertajam dan susunan atau urutannya lebih baik dibalik,
karena arti kata ke-3 lebih mendasar daripada arti kata ke-1. Sehingga arti dan
susunannya menjadi seperti berikut :
1.
Nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok
dalam mengatur tingkah lakunya. Misalnya, jika orang berbicara
tentang etika orang Jawa, etika agama Budha, etika Protestan dan sebagainya,
maka yang dimaksudkan etika di sini bukan etika sebagai ilmu melainkan etika
sebagai sistem nilai. Sistem nilai ini bisaberfungsi dalam hidup manusia
perorangan maupun pada taraf sosial.
2.
Kumpulan asas atau nilai moral. Yang dimaksud di sini adalah kode etik. Contoh
:Kode Etik Jurnalistik
3.
Ilmu tentang yang baik atau buruk.
1.2 Pengertian Iklan
Menurut Thomas M. Garret, SJ, iklan
dipahami sebagai aktivitas-aktivitas yang lewatnya pesan-pesan visual atau oral
disampaikan kepada khalayak dengan maksud menginformasikan atau memengaruhi
mereka untuk membeli barang dan jasa yang diproduksi, atau untuk melakukan
tindakan-tindakan ekonomi secara positif terhadap idea-idea,
institusi-institusi tau pribadi-pribadi yang terlibat di dalam iklan tersebut.
Untuk membuat konsumen tertarik, iklan harus dibuat menarik bahkan kadang
dramatis. Tapi iklan tidak diterima oleh target tertentu (langsung). Iklan
dikomunikasikan kepada khalayak luas (melalui media massa komunikasi iklan akan
diterima oleh semua orang: semua usia, golongan, suku, dsb). Sehingga iklan
harus memiliki etika, baik moral maupun bisnis.
Keuntungan dari adanya iklan yaitu :
Adanya informasi kepada konsumer
akan keberadaan suatu produk dan “kemampuan” produk tersebut. Dengan
demikian konsumer mempunyai hak untuk memilih produk yang terbaik sesuai dengan
kebutuhannya.
Adanya kompetisi sehingga dapat
menekan harga jual produk kepada konsumen. Tanpa adanya iklan, berarti produk
akan dijual dengan cara eksklusif (kompetisisi sangat minimal) dan produsen
bisa sangat berkuasa dalam menentukan harga jualnya.
Memberikan subsidi kepada
media-massa sehingga masyarakat bisa menikmati media-massa dengan biaya rendah.
Hampir seluruh media-massa “hidup” dari iklan (bukan dari penghasilannya atas
distribusi media tersebut). Munculnya media-media gratis memperkuat fakta bahwa
mereka bisa mencetak dan mendistribusikan media tersebut karena adanya
penghasilan dari iklan.
1.3 Pengertian Konsumen dan Hak Konsumen
Konsumen adalah setiap orang pemakai
barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri
sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan.
Hak – hak konsumen
antara lain :
Hak atas kenyamanan, keamanan dan
keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
Hak untuk memilih barang dan/atau
jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar
dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
Hak atas informasi yang benar,
jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
Hak untuk didengar pendapat dan
keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.
Hak untuk mendapatkan advokasi,
perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara
patut.
Hak untuk mendapat pembinaan dan
pendidikan konsumen.
Hak untuk diperlakukan atau
dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
Hak untuk mendapatkan kompensasi,
ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang/atau jasa yang diterima
tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
Hak-hak yang diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
1.4 Pentingnya Etika dalam Iklan
Iklan
dibagi menjadi 2 macam , yaitu iklan yang persuasif dan iklan yang informatif.
Iklan yang persuasif biasanya ditemukan pada produk-produk yang bukan kebutuhan
umum. Iklan tersebut berusaha untuk menarik hati dan membujuk konsumen untuk
membeli produknya. Sedangkan iklan yang informatif adalah iklan yang
menyediakan informasi dan memperkenalkan suatu hal. Namun di dalam dunia
periklanan tidak ada yang namanya murni iklan persuasif ataupun iklan yang
informatif. Iklan selau mengandung unsur dari keduanya. Ketika mengiklankan
sesuatu,iklan tersebut pasti di buat se informatif dan semenarik mungkin.
Seperti
halnya dalam periklanan, iklan yang baik harus dapat dimengerti oleh
pembaca iklan. Kita telah mengenal retorika iklan. Retorika merupakan
seni berbicara yang baik yang digunakan untuk proses komunikasi antar
manusia. Dalam retorika iklan berbicara bukan sembarang bicara, tetapi
untuk mencapai tujuan tertentu yaitu memberikan informasi. Bicara dalam
periklanan tidak hanya melalui mulut, tetapi bisa juga melalui gambar.
Berbahasa
Indonesia yang baik dan benar merupakan bagian dari identitas bangsa. Berbicara
yang baik seharusnya disosialisasikan di kalangan anak muda, publik figur,
selebritis dan politikus di negeri ini. Rusaknya kaidah berbahasa tampaknya
didominasi oleh bahasa iklan di media masa, baik media cetak maupun
elektronik. Penggunaan bahasa dan istilah asing dalam periklanan di Indonesia
sudah sangat banyak ditemui. Akan tetapi penggunaan bahasa asing menjadi
tren dalam periklanan. Penggunaan bahasa asing yang berlebihan menurut
saya juga tidak baik karena di Indonesia tidak banyak masyarakat yang mengerti
bahasa asing.
Industri
periklanan merupakan suatu tuntutan kebutuhan komunikasi dan pemasaran dunia.
Usaha periklanan akan berperan dalam menentukan pembangunan sesuai cita-cita
dan falsafah bangsa. Oleh karena itu periklanan di Indonesia harus senantiasa
aktif, positif dan kreatif. Itu sebagai pemicu pembangunan di Indonesia.
Periklanan harus beretika dan sesuai nilai luhur bangsa ini. Periklanan di
Indonesia seharusnya tidak hanya memperoleh manfaat dari perkembangan ekonomi
dunia. Tetapi, iklan harus mengimbangi pengaruh negatif dalam iklan tersebut
yang mungkin saja akan timbul. Antara iklan satu sama lain harus saling
menghormati agar tercipta periklanan yang sehat, jujur dan bertanggung jawab.
Iklan
merupakan bentuk komunikasi antara produsen dan konsumen. Iklan bertujuan untuk
menggunakan produk yang ditawarkan produsen. Iklan atau periklanan merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari bisnis modern. Dulu, iklan hanya mulut
ke mulut saja, namun seiring perkembangan jaman, iklan di Indonesia juga
berkembang. Sekarang penayangan iklan sangat beraneka ragam, baik dari
media cetak maupun elektronik seperti koran, televisi, radio, baliho dan
lain-lain. Dibalik banyaknya iklan yang ditawarkan ternyata menyimpan suatu
persoalan yaitu etika dalam beriklan. Iklan di Indonesia banyak kasus
penipuan terhadap konsumen bahkan pembodohan. Semakin berkembangnya iklan
di Indonesia maka semakin banyak permasalahannya.
Dalam
periklanan, etika dan persaingan yang sehat sangat diperlukan untuk menarik
konsumen. Karena dunia periklanan yang sehat sangat berpengaruh terhadap
kondisi ekonomi suatu negara. Sudah saatnya iklan di Indonesia bermoral dan
beretika. Berkurangnya etika dalam beriklan membuat keprihatinan banyak orang.
Tidak adanya etika dalam beriklan akan sangat merugikan bagi masyarakat, selain
itu juga bagi ekonomi suatu negara. Secara tidak sadar iklan yang tidak
beretika akan menghancurkan nama mereka sendiri bahkan negaranya sendiri. Saat
ini banyak kita jumpai iklan-iklan di media cetak dan media elektronik
menyindir dan menjelek-jelekkan produk lain. Memang iklan tersebut menarik,
namun sangat tidak pantas karena merendahkan produk saingannya.
Di
Indonesia iklan-iklan yang dibuat seharusnya sesuai dengan kebudayaan kita dan
bisa memberikan pendidikan bagi banyak orang. Banyak sekali iklan yang
tidak beretika dan tidak sepantasnya untuk di iklankan. Makin tingginya tingkat
persaingan menyebabkan produsen lupa atau bahkan pura-pura lupa bahwa
iklan itu harus beretika. Banyak sekali yang melupakan etika dalam beriklan.
Iklan sangat penting dalam menentukan posisi sebuah produk. Sekarang ini
banyak ditemukan iklan yang terlalu vulgar dan liar dalam memberikan informasi
kepada masyarakat.
Iklan
yang ditawarkan kepada masyarakat umumnya tidak mendidik. Dalam iklan terdapat
sifat yang menunjukan sifat matrealisme, konsumerisme dan hedonisme. Iklan yang
disampaikan seharusnya mengutamakan prinsip kebenaran. Sesuatu yang disampaikan
seharusnya memang benar-benar terjadi. Banyak produk yang memiliki
kelemahan-kelemahan tertentu, namun dalam pengiklanan terhadap masyarakat di
manipulasi sehingga terlihat sempurna di mata konsumen. Tindakan manipulasi
iklan sangat merugikan konsumen. Berbagai permasalahan tersebut yang
bersinggungan dengan etika contohnya sebagai berikut:
·
Iklan yang ditampilkan tidak
mendidik Beberapa iklan banyak yang tidak memberikan nilai edukasi kepada
masyarakat. Banyak sekali iklan-iklan yang tidak logis. Banyak juga iklan yang
menojolkan seksualitas dan kekerasan dalam penayangannya. Sebenarnya iklan
tersebut tidak layak untuk ditampilkan.
·
Iklan yang ditampilkan menyerang
produk lain Banyak produk iklan yang berusaha menjatuhkan produk lain, biasanya
produk ini sejenis. Tentunya tindakan ini sangat tidak
etis dan tidak seharusnya dilakukan karena tindakan tersebut
merugikan pihak lain.
Lalu dimana
fungsi iklan yang seharusnya memberikan informasi kepada masyarakat? Mereka
tidak memperhatikan nilai edukasi atau hiburan kepada masyarakat. Iklan
tersebut sangat jelas bahwa menyerang produk lainnya. Oleh karena itu dalam
membuat iklan harus beretika agar tidak merugikan masyarakat atau pihak
lain, bahkan lebih baik bisa memberikan nilai edukasi dan manfaat bagi pembaca
iklan. Banyak sekali ditemui iklan yang seharusnya tidak pantas diiklankan dan
tidak jarang ditemui iklan yang membodohi masyarakat.
Untuk menyikapi
hal ini, kita sebagai masyarakat seharusnya lebih berhati-hati dalam membaca
iklan, jangan mudah terpengaruh terhadap iklan yang membodohi kita. Produsen
juga memperhatikan nilai edukasi dan nilai manfaat bagi masyarakat, bukan
sebagai keuntungan saja. Selain itu pemerintah juga turut memperhatikan
perkembangan periklanan di Indonesia agar tidak terlalu membawa dampak negatif
bagi konsumen atau masyarakat. Iklan dari luar negeri yang masuk ke Indonesia
seharusnya bisa disaring mana yang memberikan dampak baik dan mana yang
memberikan dampak buruk. Untuk kedepannya semoga lebih banyak iklan-iklan di
Indonesia yang dapat memberi manfaat. Iklan juga harus dapat melindungi dan
menghargai khalayak, tidak merendahkan agama, budaya, negara dan golongan,
serta tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.
1.5 Makna Etika dan Estetika Dalam Iklan
Fungsi iklan pada akhirnya membentuk
citra sebuah produk dan perusahaan di mata masyarakat. Citra ini terbentuk oleh
kesesuaian antara kenyataan sebuah produk yang diiklankan dengan informasi yang
disampaikan dalam iklan. Prinsip etika bisnis yang paling relevan dalam hal ini
adalah nilai kejujuran. Dengan demikian, iklan yang membuat pernyataan
salah atau tidak benar dengan maksud memperdaya konsumen adalah sebuah tipuan.
Ciri-ciri iklan yang baik :
·
Etis: berkaitan dengan kepantasan.
·
Estetis: berkaitan dengan kelayakan
(target market, target audiennya, kapan harus ditayangkan?).
·
Artistik: bernilai seni sehingga
mengundang daya tarik khalayak.
Contoh Penerapan Etika dalam
Periklanan :
·
Iklan rokok: Tidak menampakkan
secara eksplisit orang merokok.
·
Iklan pembalut wanita: Tidak
memperlihatkan secara realistis dengan memperlihatkan daerah kepribadian wanita
tersebut.
·
Iklan sabun mandi: Tidak dengan
memperlihatkan orang mandi secara utuh.
Etika secara umum :
·
Jujur : tidak memuat konten yang
tidak sesuai dengan kondisi produk
·
Tidak memicu konflik SARA
·
Tidak mengandung pornografi
·
Tidak bertentangan dengan
norma-norma yang berlaku.
·
Tidak melanggar etika bisnis,
contoh: saling menjatuhkan produk tertentu dan sebagainya.
·
Tidak plagiat.
1.6 Penilaian Etis Terhadap Iklan
Ada empat (4) faktor yang selalu
harus dipertimbangkan dalam menerapkan prinsip- prinsip etis jika kita
ingin membentuk penilaian etis yang seimbang tentang iklan.
1. Maksud si pengiklan
Jika maksud si pengiklan tidak baik,
dengan sendirinya moralitas iklan itu menjadi tidak baik juga. Jika maksud si
pengiklan adalah membuat iklan yang menyesatkan, tentu iklannya menjadi tidak
etis.
Sebagai contoh: iklan tentang roti
Profile di Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa roti ini bermanfaat
untuk melangsingkan tubuh, karena kalorinya kurang dibandingkan dengan roti
merk lain. Tapi ternyata, roti Profile ini hanya diiris lebih tipis. Jika
diukur per ons, roti ini sama banyak kalorinya dengan roti merk lain.
2. Isi iklan
Menurut isinya, iklan harus benar
dan tidak boleh mengandung unsur yang menyesatkan. Iklan menjadi tidak etis
pula, bila mendiamkan sesuatu yang sebenarnya penting. Namun demikian, kita
tidak boleh melupakan bahwa iklan diadakan dalam rangka promosi. Karena itu
informasinya tidak perlu selengkap dan seobyektif seperti seperti laporan dari
instansi netral.
Contohnya : iklan tentang jasa
seseorang sebagai pembunuh bayaran. Iklan semacam itu tanpa ragu-ragu akan
ditolak secara umum.
3. Keadaan publik yang tertuju
Yang dimengerti disini dengan publik
adalah orang dewasa yang normal dan mempunyai informasi cukup tentang produk
atau jasa yang diiklankan.
Perlu diakui bahwa mutu publik
sebagai keseluruhan bisa sangat berbeda. Dalam masyarakat dimana taraf
pendidikan rendah dan terdapat banyak orang sederhana yang mudah tertipu, tentu
harus dipakai standar lebih ketat daripada dalam masyarakat dimana mutu pendidikan
rata-rata lebih tinggi atau standar ekonomi lebih maju.
Contohnya : Iklan tentang pasta
gigi, dimana si pengiklan mempertentangkan odol yang biasa sebagai barang yang
tidak modern dengan odol barunya yang dianggap barang modern. Iklan ini
dinilai tidak etis, karena bisa menimbulkan frustasi pada golongan miskin dan
memperluas polarisasi antara kelompok elite dan masyarakat yang kurang mampu.
1.
Kebiasaan di bidang periklanan
Periklanan selalu dipraktekkan dalam rangka suatu tradisi. Dalam tradisi itu
orang sudah biasa dengan cara tertentu disajikannya iklan. Dimana ada
tradisi periklanan yang sudah lama dan terbentuk kuat, tentu masuk akal saja
bila beberapa iklan lebih mudah di terima daripada dimana praktek periklanan
baru mulai dijalankan pada skala besar. Seperti bisa terjadi juga, bahwa di
Indonesia sekarang suatu iklan dinilai biasa saja sedang tiga puluh tahun lalu
pasti masih mengakibatkan banyak orang mengernyitkan alisnya.
1.7 Fungsi Periklanan
Dalam
buku-buku tentang manajemen periklanan, iklan dipandang sebagai upaya
komunikasi. Iklan dilukiskan sebagai komunikasi antara produsen dan pasaran,
antara penjual dan calon pembeli.
Periklanan
dibedakan dalam dua fungsi : fungsi informatif dan fungsi persuasif. Tetapi
pada kenyataannya tidak ada iklan yang semata-mata informatif dan tidak ada
iklan yang semata-mata persuasif.Iklan tentang produk baru biasanya mempunyai
unsur informasi yang kuat. Misalnya iklan tentang tempat pariwisata dan iklan
tentang harga makanan di toko swalayan. Sedangkan iklan tentang produk yang ada
banyak mereknya akan memiliki unsure persuasif yang lebih menonjol,
seperti iklan tentang pakaian bermerek dan rumah.
Tercampurnya
unsur informative dan unsur persuasive dalam periklanan, membuat
penilaian etis terhadapnya menjadi l lebih kompleks.:
2.
Periklanan dan kebenaran
Pada
umumnya periklanan tidak mempunyai reputasi baik sebagai pelindung atau
pejuang kebenaran. Sebaliknya, kerap kali iklan terkesan suka membohongi,
menyesatkan, dan bahkan menipu publik. Iklan mempunyai unsure promosi. Iklan
merayu konsumen, iklan ingin mengiming-iming calon pembeli. Karena itu bahasa
periklanan mempergunakan retorika tersendiri.Ia menandaskan bahwa produknya
adalah yang terbaik atau nomor satu di bidangnya. Bahasa periklanan pada
umumnya sarat dengan superlative dan hiperbol. Di sini si pengiklan tidak
bermaksud agar public percaya begitu saja. Dan public konsumen tahu bahwa
retorika itu tidak perlu dimengerti secara harfiah. Iklan bukan saja
menyesatkan dengan berbohong, tapi juga dengan tidak mengatakan seluruh
kebenaran, misalnya karena mendiamkan sesuatu yang sebenarnya penting untuk
diketahui.
Contohnya, iklan tentang mobil bekas
yang berbunyi “semua mobil yang kami jual sebelumnya diperiksa oleh montir
ahli” tetap berbohong, bila hal itu memang benar, tapi montir tidak berbuat
apa-apa bila menemukan ketidakberesan serius pada suatu mobil.
Pada intinya, masalah kebenaran
dalam periklanan tidak bias dipecahkan dengan cara hitam putih. Banyak
tergantung pada situasi konkret dan kesediaan public untuk menerimanya atau
tidak.
3.
Manipulasi dengan periklanan
Masalah
manipulasi terutama berkaitan dengan segi persuasive dari iklan (tapi tidak
terlepas juga dari seg informatifnya). Karena dimanipulasi, seseorang mengikuti
motivasi yang tidak berasal dari dirinya sendiri, tapi ditanamkan dalam dirinya
dari luar. Dikhawatirkan bahwa periklanan-seperti propaganda lain-bisa
memanipulasi public. Tetapi sekarang pada umumnya orang tidak begitu takut lagi
akan bahaya dimanipulasikan melalui propaganda dan periklanan. Namun
demikian, tetap benar juga bahwa periklanan berusaha mempengaruhi tingkah laku
konsumen.
Contohnya : iklan kosmetika selalu
berusaha menciptakan suatu suasana romantic yang khas, sehingga menggiurkan
untuk public konsumen. Manipulasi melalui iklan atau cara apapun merupakan
tindakan yang tidak etis. Tetapi, iklan tidak mudah memanipulasi, karena tidak
mudah membuat “korban” permainan.
Ada 2 cara untuk memanipulasi
orang dengan periklanan :
1. Subliminal advertising
Maksudnya adalah teknik periklanan
yang sekilas menyampaikan suatu pesan dengan begitu cepat, sehingga tidak
dipersepsikan dengan sadar, tapi tinggal di bawah ambang kesadaran. Teknik ini
bisa dipakai di bidang visual maupun audio.
Teknik subliminal bisa sangat
efektif, contohnya, dalam sebuah bioskop di New
Jersey yang menyisipkan sebuah pesan
subliminal dalam film yang isinya “Lapar. Makan popcorn”. Dan konon waktu
istirahat popcorn jauh lebih laris dari biasa.
2. Iklan yang ditujukan kepada anak
Iklan seperti ini pun harus dianggap
kurang etis, Karena anak mudah dimanipulasi dan dipermainkan. Iklan yang
ditujukan langsung kepada anak tidak bisa dinilai lain dari pada
manipulasi saja dan karena itu harus ditolak sebagai tidak etis.
Pengontrolan terhadap iklan Dalam
bisnis periklanan, perlulah adanya kontrol tepat yang dapat mengimbangi
kerawanan tersebut. Pengontrolan ini terutama harus dijalankan dengan tiga cara
berikut ini :
-
Kontrol oleh pemerinah
Tugas
penting bagi pemerintah, harus melindungi masyarakat konsumen terhadap
keganasan periklanan.
Di
Amerika Serikat instansi-instansi pemerintah mengawasi praktek periklanan
dengan cukup efisien, antara lain melalui Food and Drug Administration dan
Federal Trade Commission. Di Indonesia iklan diawasi oleh Direktorat Jendral
Pengawasan Obat dan Makanan (POM) dari Departemen Kesehatan.
-
Kontrol oleh para pengiklan
Cara
paling ampuh untuk menanggulangi masalah etis tentang periklanan adalah
pengaturan diri (self regulation) oleh dunia periklanan. Biasanya
dilakukan dengan menyusun sebuah kode etik, sejumlah norma dan pedoman yang
disetujui oleh para periklan, khususnya oleh asosiasi biro-biro
periklanan.
Jika
suatu kode etik disetujui, tentunya pelaksanaannya harus diawasi juga. Di
Indonesia pengawasan kode etik ini dipercayakan kepada Komisi Periklanan
Indonesia.
-
Kontrol oleh masyarakat
Masyarakat
luas tentu harus diikutsertakan dalam mengawasi mutu etis periklanan. Dengan
mendukung dan menggalakkan lembaga-lembaga konsumen, kita bisa menetralisasi efek-efek
negatif dari periklanan.
Laporan-laporan
oleh lembaga konsumen tentang suatu produk atau jasa sangat efektif sebagai
kontrol atas kualitasnya dan serentak juga atas kebenaran periklanan. Selain
itu, ada juga cara yang lebih positif untuk meningkatkan mutu etis dari iklan
dengan memberikan penghargaan kepada iklan yang di nilai paling baik. Di
Indonesia ada Citra Adhi Pariwarayang setiap tahun dikeluarkan oleh Persatuan
Perusahaan Periklanan Indonesia.
1.8 Faktor-faktor dalam Periklanan
Kriteria yang dipakai untuk
menentukan faktor kunci adalah apakah informasi tersebut akan mempengaruhi
pilihan iklan yang digunakan.
·
Pemilihan waktu
Ini
selalu penting dan dapat dibagi menjadi beberapa segi :
1)
Kapan konsep pemasaran harus siap
2)
Kapan iklan tersebut akan berjalan
3)
Berapa lama iklan tersebut akan berjalan
Pemilihan
waktu pada setiap tahap akan sangat mempengaruhi apa yang dapat dan tidak dapat
tercapai.
·
Pasar sasaran
Pasar
sasaran menentukan ciri kelompok yang dituju : umur, lokasi, kelas sosial,
jenis kelamin, dan frekuensi pembelian. Untuk pasar perusahaan ini akan
membedakan menurut besarnya perusahaan dan jenis usahanya.
·
Perubahan-perubahan dalam pasar
Adalah
menentukan hal-hal penting dari apa yang sedang terjadi dalam pasar, apakah
pasar membaik atau memburuk, apa yang sedang dilakukan para pesaing,
apakah dampak musiman dan lain-lain. Umumnya informasi ini tersedia banyak
sekali dan karenanya kita harus selektif.
·
Nilai produk atau jasa
Bagaimana
atau apa yang dimiliki oleh produk atau jasa yang ditawarkan apakah rasanya
sangat menyenangkan atau kasar.
·
Pengalaman masa lalu
Hindari
pemborosan waktu dengan tidak menggunakan yang dulu ternyata gagal, gagasan
yang dibuang atau bonus yang dapat diterima secara etis.
1.9 Kebebasan Konsumen
Iklan
merupakan suatu aspek pemasaran yang penting, sebab iklan menentukan hubungan
antara produsen dengan konsumen. Secara konkrit, iklan menentukan pula hubungan
penawaran dan permintaan antara produsen dan pembeli, yang pada gilirannya ikut
pula menentukan harga barang yang dijual dalam pasar.
Kode
etik periklanan tentu saja sangat diharapkan untuk membatasi pengaruh iklan
ini. Akan tetapi, perumusan kode etik ini harus melibatkan berbagai pihak, yang
antara lain: ahli etika, konsumen (lembaga konsumen), ahli hukum, pengusaha,
pemerintah, tokoh agama, dan tokoh masyarakat tertentu, tanpa harus merampas
kemandirian profesi periklanan. Yang juga penting adalah bahwa profesi
periklanan dan organisasi profesi periklanan perlu benar- benar mempunyai
komitmen moral untuk mewujudkan iklan yang baik bagi masyarakat. Namun,
jika ini tidak memadai, kita membutuhkan perangkat legal politis dalam bentuk
aturan perundang-undangan tentang periklanan beserta sikap tegas tanpa kompromi
dari pemerintah melalui departemen terkait untuk menegakkan dan menjamin
iklan yang baik bagi masyarakat.
1.10 Etika Periklanan Di Indonesia Diatur dalam Etika
Pariwara Indonesia (EPI)
EPI menyusun pedoman tata krama
periklanannya melalui dua tatanan :
1. Tata Krama (Code of
Conducts) Metode penyebarluasan pesan periklanan kepada masyarakat, yang
bukan tentang unsur efektivitas, estetika, dan seleranya. Adapun ketentuan yang
dibahas meliputi:
·
Tata krama isi iklan
·
Tata krama raga iklan
·
Tata krama pemeran iklan
·
Tata krama wahana iklan
2. Tata Cara (Code of Practices)
Hanya mengatur praktek usaha para pelaku periklanan dalam memanfaatkan ruang
dan waktu iklan yang adil bagi semua pihak yang saling berhubungan
1.11 TATA CARA BERIKLAN DI ATUR DALAM HUKUM
1.
UUPK
UUPK mengatur mengenai periklanan di Indonesia. Tujuan dari
suatu perlindungan konsumen adalah sebagai berikut :
·
Meningkatkan kesadaran, kemampuan
dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
·
Mengangkat harkat dan martabat
konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negative pemakaian barang
dan/atau Jasa.
·
Meningkatkan pemberdayaan konsumen
daalm memilih menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
·
menciptakan sistem perlindungan
konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta
akses untuk mendapatkan informasi.
·
Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha
mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha.
·
Meningkatkan kualitas barang
dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau
jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.
2.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999
tentang PERS Pers berdasarkan Pasal 1 butir 1
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang PERS (untuk
selanjutnya disebut UU Pers) merupakan lembaga sosial dan wahana komunikasi
massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk
tulisan, suara, gambar, suara dan gambar serta data dan grafik maupun dalam
bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala
jenis saluran yang tersedia. Dalam hal ini peran pers untuk memenuhi
pengetahuan kebutuhan konsumen salah satunya adalah melalui iklan. Namun iklan
tersebut harus diberikan kepada konsumen secara tepat, akurat dan benar.
Perusahaan iklan oleh UU Pers dilarang untuk :
·
Memuat iklan yang dapat merendahkan
martabat suatu agama dan/atau kerukunan hidup antar umat beragama serta
bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat.
·
Memuat iklan minuman keras,
narkotika, psikotropika dan zat aditif lainnya tidak sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
·
Memuat iklan dengan peragaan rokok
dan/atau penggunaan rokok.
3.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997
Tentang Penyiaran
Periklanan dapat dilakukan salah
satunya melalui penyiaran, yang terorganisir dalam suatu lembaga penyiaran.
Penyiaran menurut Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Penyiaran (untuk selanjutnya disebut UU Penyiaran) adalah kegiatan
pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi
di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan gelombang
elektromagnetik, kabel, serat optik dan/atau media lainnya untuk daat diterima
oleh masyarakat dengan pesawat penerima siaran radio dan/atau pesawat penerima
siaran televisi atau perangkat elektronik lainnya dengan atau tanpa alat bantu.
Sedangkan pengertian siaran menurut Pasal 1 butir 2 UU
Penyiaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar atau
suara dan gambar atau yang berbentuk grafis dan karakter lainnya yang dapat
diterima melalui pesawat penerima siaran radio, televisi atau perangkat
elektronik lainnya, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, dengan atau
tanpa alat bantu.
4.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996
tentang Pangan
Pengertian pangan berdasarkan Pasal
1 butir 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (untuk selanjutnya
disebut UU Pangan) adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan
air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan
dan minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku
pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan
dan/atau pembuatan makanan atau minuman.
Sedangkan pengertian label pangan
berdasarkan Pasal 1 butir 15 UU Pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan
yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya atau bentuk lain yang
disertakan dalam pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada atau merupakan
bagian kemasan pangan. Dan pengertian iklan pangan berdasarkan Pasal 1 butir 16
UU Pangan adalah setiap keterangan atau pernyataan mengenai pangan dalam bentuk
gambar, tulisan atau bentuk lain yang dilakukan dengan berbagai cara untuk
pemasaran atau perdagangan pangan.
Tujuan pengaturan, pembinaan dan
pengawasan pangan adalah untuk :
· Tersedianya pangan yang memenuhi
persyaratan keamanan, mutu dan gizi bagi kepentingan kesehatan manusia.
·
Terciptanya perdagangan pangan yang
jujur dan bertanggung jawab.
· Terwujudnya tingkat kecukupan pangan
dengan harga yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat;
Mengenai label dan iklan tentang pangan akan diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan
Iklan Pangan (untuk selanjutnya disebut PP Label dan Iklan Pangan).
5.
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun
1999 tentang Label dan Iklan Pangan
Pengertian rokok berdasarkan Pasal 1
butir 1 Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 1999 tentang Pengamanan Rokok Bagi
Kesehatan (untuk selanjutnya disebut PP Pengamanan Rokok) adalah hasil olahan
tembakau, terbungkus, termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari
tanaman Nicotiona Tabacuni, Nicotiona Rustica dan spesies lainnya atau
sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan.
Dan pengertian pengamanan rokok berdasarkan Pasal 1 butir 4 PP Pengamanan
Rokok adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka mencegah
dan/atau menangani dampak penggunaan rokok baik secara langsung maupun tidak
langsung terhadap kesahatan Sedangkan pengertian iklan rokok berdasarkan Pasal
1 butir 6 PP Pengamanan Rokok adalah kegiatan untuk memperkenalkan,
memasyarakatkan dan/atau memproduksikan rokok dengan atau tanpa imbalan kepada
masyarakat dengan tujuan mempengaruhi konsumen agar menggunakan rokok yang
ditawarkan. Dan pengertian label rokok berdasarkan Pasal 1 butir 7 PP
Pengamanan Rokok adalah keterangan mengenai rokok yang berbentuk gambar,
tulisan, kombinasi keduanya atau bentuk lain yang disertakan pada rokok,
dimasukkan ke dalam, ditempatkan pada atau merupakan bagian kemasan rokok.
Tujuan penyelenggaraan pengamanan
rokok bagi kesehatan adalah untuk mencegah penyakit akibat penggunaan rokok
bagi individu dan masyarakat, yaitu dengan pengaturan hal-hal sebagai berikut :
·
Kadar kandungan nikotin dan tar.
·
Persyaratan produksi dan penjualan
rokok.
·
Persyaratan iklan dan promosi rokok
·
Penetapan kawasan tanpa rokok.
Ada 3 asas umum yang EPI jadikan dasar, yaitu:
·
Jujur, benar, dan bertanggung jawab.
·
Bersaing secara sehat.
·
Melindungi dan menghargai khalayak,
tidak merendahkan agama, budaya, negara, dan golongan, serta tidak bertentangan
dengan hukum yang berlaku.
Menurut UU periklanan (20/PER/M.KOMINFO/5/2008) dan PPPI
(Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia) Etika Periklanan Indonesia (EPI)
adalah sebagai berikut:
·
Hak Cipta Penggunaan, penyebaran,
penggandaan, penyiaran atau pemanfaatan lain materi atau bagian dari
materi periklanan yang bukan milik sendiri, harus atas ijin tertulis dari
pemilik atau pemegang merek yang sah.
·
Bahasa
·
Bahasa dapat dipahami oleh khalayak
sasaran, dan tidak menggunakan persandian (enkripsi) yang dapat menimbulkan
penafsiran selain dari yang dimaksudkan oleh perancang pesan iklan
·
Tidak menggunakan kata-kata
superlatif seperti “paling”, “nomor satu”, ”top”, atau kata-kata berawalan
“ter“, dan atau yang bermakna sama
·
Penggunaan kata ”100%”, ”murni”,
”asli” untuk menyatakan sesuatu kandungan, kadar, bobot, tingkat mutu, dan
sebagainya, dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari otoritas terkait dan
sumber yang otentik.
·
Penggunaan kata ”halal” dalam iklan
hanya dapat dilakukan oleh produk -produk yang sudah memperoleh sertifikat
resmi dari Majelis Ulama Indonesia, atau lembaga yang berwenang
·
Kata-kata ”presiden”, ”raja”, ”ratu”
dan sejenisnya tidak boleh digunakan dalam Kaitan atau konotasi yang negatif.
·
Tidak menggunakan kata-kata “satu
-satunya” atau yang bermakna sama
·
Kata “gratis” atau kata lain yang
bermakna sama tidak boleh dicantumkan dalam iklan, bila ternyata konsumen harus
membayar biaya lain
·
Tanda Asteris (*) digunakan untuk
memberi penjelasan lebih rinci atau sumber dari sesuatu pernyataan yang
bertanda tersebut
·
Pencantuman Harga. Harga suatu
produk dicantumkan dengan jelas dalam iklan
·
Jika suatu iklan mencantumkan
garansi atau jaminan atas mutu suatu produk, maka dasar-dasar jaminannya harus
dapat dipertanggungjawabkan.
·
Janji Pengembalian Uang (warranty)
-
Syarat-syarat pengembalian uang
tersebut harus dinyatakan secara jelas dan lengkap –
-
Pengiklan wajib mengembalikan uang
konsumen sesuai janji yang telah diiklankannya.
·
Tidak boleh menimbulkan atau
mempermainkan rasa takut, maupun memanfaatkan kepercayaan orang terhadap
takhayul
·
Tidak boleh
– langsung maupun tidak langsung – menampilkan
adegan kekerasan
·
Tidak boleh menampilkan adegan yang
mengabaikan segi-segi keselamatan
·
Adanya Perlindungan Hak-hak Pribadi
·
Iklan yang menampilkan adegan hasil
atau efek dari penggunaan produk dalam jangka waktu tertentu, harus jelas
mengungkapkan rentang waktu tersebut.
·
Tidak boleh menampilkan
penyia-nyiaan, pemborosan, atau perlakuan yang tidak pantas lain terhadap
makanan atau minuman.
·
Penampilan uang
-
Penampilan dan perlakuan terhadap
uang dalam iklan haruslah sesuai dengan norma-norma kepatutan.
-
Iklan pada media cetak tidak boleh
menampilkan uang dalam format frontal dan skala 1:1, berwarna ataupun
hitam-putih
-
Penampilan uang pada media visual
harus disertai dengan tanda“specimen” yang dapat terlihat jelas.
·
Kesaksian Konsumen (testimony)
-
Pemberian kesaksian hanya dapat
dilakukan atas nama perorangan
-
Kesaksian konsumen harus merupakan
kejadian yang benar- benar dialami, tanpa maksud untuk melebih-lebihkannya.
-
Hanya untuk produk-produk yang dapat
memberi bukti kepada konsumennya dengan penggunaan yang teratur dan atau dalam
jangka waktu tertentu
·
Anjuran (endorsement)
-
Pernyataan, klaim atau janji yang
diberikan harus terkait dengan kompetensi yang dimiliki oleh penganjur.
-
Pemberian anjuran hanya dapat
dilakukan oleh individu
·
Perbandingan
-
Perbandingan langsung dapat
dilakukan, namun hanya terhadap aspek-aspek teknis produk, dan dengan kriteria
yang tepat sama.
-
Jika perbandingan langsung
menampilkan data riset, maka metodologi, sumber dan waktu penelitiannya harus
diungkapkan secara jelas
-
Pengggunaan data riset tersebut
harus sudah memperoleh persetujuan atau verifikasi dari organisasi
penyelenggara riset tersebut
-
Perbandingan tak langsung harus
didasarkan pada kriteria yang tidak menyesatkan khalayak
·
Perbandingan Harga Hanya dapat
dilakukan terhadap efisiensi dan kemanfaatan penggunaan produk, dan harus
disertai dengan penjelasan atau penalaran yang memadai.
·
Tidak boleh merendahkan produk
pesaing secara langsung maupun tidak langsung
·
Tidak boleh dengan sengaja meniru
iklan produk pesaing. Baik meniru ikon atau atribut khas yang telah lebih dulu
digunakan oleh sesuatu iklan produk pesaing dan masih digunakan hingga kurun
dua tahun terakhir.
·
Tidak boleh menyalahgunakan
istilah-istilah ilmiah dan statistic untuk menyesatkan khalayak, atau
menciptakan kesan yang berlebihan
·
Tidak boleh menyatakan “selama
persediaan masih ada” atau kata-kata lain yang bermakna sama
·
Iklan tidak boleh mengeksploitasi
erotisme atau seksualitas
·
Film iklan yang ditujukan kepada,
atau tampil pada segmen waktu siaran khalayak anak-anak dan menampilkan adegan
kekerasan, aktivitas seksual, bahasa yang tidak pantas, dan atau dialog
yang sulit wajib mencantumkan kata-kata “Bimbingan Orangtua” atau simbol yang
bermakna sama.
Beberapa kasus
etika periklanan
1. Iklan Obat Herbal Bintang Toedjoe Masuk Angin
1. Iklan Obat Herbal Bintang Toedjoe Masuk Angin
Terlihat jelas
bahwa iklan Bintang Toedjoe masuk angin menyindir produk dari Tolak Angin
dengan slogannya “Orang Bejo Lebih Untung Dari Orang Pintar”, sedangkan Tolak
Angin sendiri memiliki slogan “Orang Pintar Minum Tolak Angin” slogan ini lah
yang disindir oleh produk Bintang Toedjoe, yang dimana pada kenyataannya Tolak
Angin yang lebih dahulu memasarkan produk obat herbal masuk angin di Indonesia
bahkan sampai keluar negeri. Bahkan untuk iklan terbaru produk Bintang
Toedjoe yang bertujuan memperkenalkan kemasan terbarunya pun masih menyinggung
produk Tolak angin dengan sloga “Orang bejo berinovasi, lalu orang pintar
ngapain?”
Dalam iklan ini juga terdapat Cita
Citata mengenakan pakaian yang cukup seksi (tangtop ketat berwarna kuning dan
kemeja berukuran pendek yang seluruh kancingnya dibuka dan diikatkan hanya
bagian bawahnya saja) sambil menyanyikan lagu Perawan atau Janda yang
dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan iklan, Cita Citata bergoyang dengan
gerakan yang “menggoda” sambil memegang busa pencuci mobil. Selain itu, kamera
juga fokus ke bagian atas tubuh Cita Citata dimana bagian dadanya tersorot
dengan jelas dengan pakaian seksinya itu.
Jika dikaitkan dengan kode etik periklanan, iklan ini menyimpang dalam aspek tatakrama dalam isi iklan, salah satunya Pornografi dan Pornoaksi. Seperti yang terdapat dalam Tata Krama Isi Iklan yang berbunyi “Iklan tidak boleh mengeksploitasi erotisme atau seksualitas dengan cara apapun, dan untuk tujuan atau alasan apapun.” KPI mengingatkan berdasarkan Pasal 43 Pedoman Perilaku Penyiaran dan Pasal 58 Standar Program Siaran KPI Tahun 2012 maka ketentuan siaran iklan harus tunduk pada Etika Pariwara Indonesia (EPI). Iklan harus menghormati dan melestarikan nilai-nilai budaya Indonesia. Budaya Indonesia yang menjujung norma kesopanan. Hal demikian dapat memberikan pengaruh buruk terhadap khalayak terutama anak dan remaja.
2. Iklan Grabbike
Iklan video Grab Indonesia yang ditayangkan di YouTube sedang menjadi kontroversi karena mendapat sambutan negatif dari penonton dan dinilai berpotensi melanggar kode etik periklanan.Terlihat jelas bahwa iklan GRAB melanggar kode etik dalam iklan. Ketua tim perumus etika pariwara Indonesia, iklan terbaru Grab Indonesia ini berpotensi melanggar kode etik pariwara periklanan yang ada. “Iklan tidak boleh menimbulkan atau mempermainkan rasa takut, ataupun memanfaatkan kepercayaan orang terhadap takhayul.”
Jika dikaitkan dengan kode etik periklanan, iklan ini menyimpang dalam aspek tatakrama dalam isi iklan, salah satunya Pornografi dan Pornoaksi. Seperti yang terdapat dalam Tata Krama Isi Iklan yang berbunyi “Iklan tidak boleh mengeksploitasi erotisme atau seksualitas dengan cara apapun, dan untuk tujuan atau alasan apapun.” KPI mengingatkan berdasarkan Pasal 43 Pedoman Perilaku Penyiaran dan Pasal 58 Standar Program Siaran KPI Tahun 2012 maka ketentuan siaran iklan harus tunduk pada Etika Pariwara Indonesia (EPI). Iklan harus menghormati dan melestarikan nilai-nilai budaya Indonesia. Budaya Indonesia yang menjujung norma kesopanan. Hal demikian dapat memberikan pengaruh buruk terhadap khalayak terutama anak dan remaja.
2. Iklan Grabbike
Iklan video Grab Indonesia yang ditayangkan di YouTube sedang menjadi kontroversi karena mendapat sambutan negatif dari penonton dan dinilai berpotensi melanggar kode etik periklanan.Terlihat jelas bahwa iklan GRAB melanggar kode etik dalam iklan. Ketua tim perumus etika pariwara Indonesia, iklan terbaru Grab Indonesia ini berpotensi melanggar kode etik pariwara periklanan yang ada. “Iklan tidak boleh menimbulkan atau mempermainkan rasa takut, ataupun memanfaatkan kepercayaan orang terhadap takhayul.”
3.
Iklan Mie sedaap
Melecehkan profesi guru
Untuk iklan "Mie Sed*p sendiri saya rasa juga tidak
layak untuk ditayangkan karena melecehkan dunia pendidikan khususnya tenaga
pendidik yakni Guru. Guru yang semestinya memiliki wibawa dan berjasa
memberikan ilmu di iklan tersebut malah ditampilkan dengan di atas kepalanya
bertengger seekor ayam. Selain itu, iklan tersebut menampilkan contoh sekolah
yang terkesan kotor dan tidak terjaga hingga hewan unggas seperti ayam bisa
leluasa berada di dalam kelas, padahal semestinya sekolah dan kelas haruslah
bersih dan nyaman untuk kelancaran proses belajar mengajar.
4.
Iklan
pompa air shimizu
Iklan pompa air sarat dengan
unsur SARA yang melanggar norma kesopanan, karena dalam iklan tersebut terdapat
adegan seorang wanita yang mencari obat kuat, namun dia ditawari pompa air.
Kemudian dengan wajah yang menggoda si wanita tadi disirami air oleh
pasangannya. Dikhawatirkan iklan tersebut akan berdampak kepada para penonton
khususnya anak-anak dan remaja yang akan berpikiran kotor setelah melihat
tayangan ini.
5.
Iklan Klinik TongFang
Iklan Klinik To*g F*ng, menawarkan pengobatan alternatif yang
berasal dari Cina, namun materi iklan yang menayangkan testimoni pasien telah
melanggar peraturan menteri kesehatan.
6.
Iklan Dettol
PENGGUNAAN KATA SATU - SATUNYA
Karena iklan ini menyebutkan sebagai antiseptik No. 1,Rekomendasi para dokter.Padahal diluar sana masih ada produk yang jauh lebih baik dan juga Merupakan produk No. 1 di Indonesia yang Sesungguhnya.
7. Iklan Apartement Paratyangan
Karena iklan ini menyebutkan sebagai antiseptik No. 1,Rekomendasi para dokter.Padahal diluar sana masih ada produk yang jauh lebih baik dan juga Merupakan produk No. 1 di Indonesia yang Sesungguhnya.
7. Iklan Apartement Paratyangan
PENCANTUMAN
HARGA
Iklan ini menggunakan bahasa yang
tidak baku yaitu menggunakan akhiran-an pada harga yang dicantumkan seharusnya
iklan ini menggunakan bahasa yang lebih baku agar konsumen yang melihat iklan
ini lebih paham dengan harga yang dicantumkan oleh iklan tersebut.
8.
Iklan Detergen Surf
TANDA ASTERIS (*)
Seharusnya iklan ini tidak
menggunakan tanda asteris seperti berikut*harga direkomendasikan
untuk di pulau jawa,ini dapat membuat konsumen bingung dengan harga yang
dicantumkan dan maksud dari kata-kata tersebut.
9.
Iklan Susu Hilo
KESELAMATAN
Karena dalam iklan tersebut si
pemeran tokoh dalam iklan ini Memamerkan bentuk tubuhnya yang langsing dan
geraknya yang lincah tetapi sangat Membahayakan dirinya dan orang lain.
10. Iklan Garnier
WAKTU TENGGANG
Dalam iklan tersebut tidak disebutkan sampai kapan Obat itu akan bekerja secara maksimal dan Membuahkan hasil yang bagus, Sehingga membuat Konsumen menjadi kurang yakin untuk membelinya.
Dalam iklan tersebut tidak disebutkan sampai kapan Obat itu akan bekerja secara maksimal dan Membuahkan hasil yang bagus, Sehingga membuat Konsumen menjadi kurang yakin untuk membelinya.
11. Iklan Good Time
PENAMPILAN PANGAN
Karena dalam iklan tersebut terdapat perlakuan Tidak pantas terhadap makanan yaitu seorang anak Kecil yang sedang bermain ayunan yang terbuat dari Coklat. dan coklat-coklat yang bertaburan dimana- Mana.
Karena dalam iklan tersebut terdapat perlakuan Tidak pantas terhadap makanan yaitu seorang anak Kecil yang sedang bermain ayunan yang terbuat dari Coklat. dan coklat-coklat yang bertaburan dimana- Mana.
12. Iklan Yamaha dan Honda
MERENDAHKAN
Karna dalam iklan Y*m*h* terdapat perbandingan dua Motor matic melalui salah satu tokoh Telah mengatakan bahwa bagasi motor matic Y*m*h* Jauh lebih besar di banding motor matic yang satunya.
Karna dalam iklan Y*m*h* terdapat perbandingan dua Motor matic melalui salah satu tokoh Telah mengatakan bahwa bagasi motor matic Y*m*h* Jauh lebih besar di banding motor matic yang satunya.
13. Iklan Aqua dan Ades
PENIRUAN
Dalam iklan ini yang pertama kali membuat iklan ajakan Untuk meremukan botol setelah diminum adalah Ad*s,Tidak lama kemudian munculah iklan Aq*a yang juga Mengajak untuk meremukan botol setelah diminum.
14. Iklan Sabun Sirih
Dalam iklan ini yang pertama kali membuat iklan ajakan Untuk meremukan botol setelah diminum adalah Ad*s,Tidak lama kemudian munculah iklan Aq*a yang juga Mengajak untuk meremukan botol setelah diminum.
14. Iklan Sabun Sirih
KHALAYAK ANAK-ANAK
Iklan ini seharusnya tidak di tampilkan pada saat anak – anak menonton tv karena iklan ini belum pantas dilihat anak –anak, seharusnya iklan ini di tampilkan khusus orang dewasa.
15. Iklan Pepsi
Iklan ini seharusnya tidak di tampilkan pada saat anak – anak menonton tv karena iklan ini belum pantas dilihat anak –anak, seharusnya iklan ini di tampilkan khusus orang dewasa.
15. Iklan Pepsi
Iklan
diatas sangat tidak mendidik karena iklan ini seolah-oleh memperbolehkan anak
kecil meminum minuman bersoda. Padahal anak kecil tidak diperbolehkan meminum
minuman bersoda.
Kesimpulan
Dalam periklanan kita tidak dapat lepas
dari etika. Dimana di dalam iklan itu sendiri mencakup pokok-pokok bahasan yang
menyangkut reaksi kritis masyarakat Indonesia tentang iklan yang dapat
dipandang sebagai kasus etika periklanan. Sebuah perusahaan harus memperhatikan
etika dan estetika dalam sebuah iklan dan terus memperhatikan hak-hak konsumen.
Saran
Dalam penulisan ini penulis
memberikan saran yaitu dalam bisnis periklanan perlulah adanya kontrol tepat
yang dapat mengimbangi kerawanan tersebut sehingga tidak merugikan konsumen.
Sebuah perusahaan harus memperhatikan kepentingan dan hak–hak konsumen, dan
tidak hanya memikirkan keuntungan semata.
Berdasarkan uraian mengenai
periklanan dan etika bisnis dapat penulis kemukakan beberapa saran antara lain
sebagai berikut:
1. Sebaiknya pemerintah menerapkan peraturan atau perundangan yang secara tegas mengatur segala yang berkaitan dengan etika dan periklanan
2. Produsen seharusnya tidak hanya memikirkan untuk mendapat keuntungan yang maksimal tanpa melihat dari kepentingan produsen untuk mendapatkan sesuatu yang lebih dari sekedar produk yang diiklankan.
3. Pemerintah serta masyarakat berperan aktif dalam menyaring serta sebagai kontrol sosial bagi pengiklanan produk-produk yang menyimpang bahkan bila telah keluar dari jalur etika yang semestinya.